Bleibt Jung und Rebeliert.

Freitag, 30. September 2011

GURU itu.... :)

Tiba-tiba saya hentikan pandangan saya dari lembaran kertas dan nilai-nilai setelah muncul beberapa notif tweeter di ponsel. Sengaja saya repost lagi re-tweet dari bapak Liaw yang sempat mengusik dan membuat saya merenung. That's Life, That's fact.... beginilah nasib guru, apalagi guru tanpa status. Saya segan, saya sangat menghormati. Mereka berjuang sendiri tak peduli caci maki dari beberapa pihak. Profesi guru, entah itu berstatus atau tanpa status, ini pilihan, ini tanggung jawab, ini cerita profesionalitas.... Ini penyemangat!. Heil Guru! :)

  1. Ada ‘guru killer’, ‘guru herder’, ‘guru Dono’ (krn giginya tonggos), ‘guru Boneng’, ‘guru genit’, guru banci’, ‘guru gino (gigi nongol)’, ‘guru sadis’, ‘guru dinosaurus’, dan guru … guru lainnya.
  2. Guru jg manusia biasa, ia bisa khilaf, marah & terkadang menghardik, namun tugas mrk tetap mulia.
  3. Profesi guru ternyata tdk memberikan kepuasan materi. Gaji mereka kecil & terkadang tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari
  4. Gaji yg didapat, jika hanya mengajar, tdk akan membuat mereka mampu berlibur ke pantai, menikmati angin sepoi-sepoi.
  5. Sekolah mereka tinggi utk bisa berprofesi sbg guru, namun ternyata tdk sebanding dgn penghasilannya
  6. Kepuasan materi tdk mungkin didpat, yang ada hanyalah KEPUASAN BATIN.
  7. Sayangnya, kepuasan batin tdk bisa membuat keluarga mereka menahan kebutuhan sandang, pangan & papan.
  8. Pagi-pagi sekali mereka hrs pergi meninggalkan keluarga, melebihi jam kantor biasa.
  9. Di kelas, menghadapi beribu macam karakter & kebiasaan murid-muridnnya yg membuatnya hrs beradaptasi.
  10. Segala macam keributan dan kegalauan para muridnya pun hrs didengar & diberi solusi.
  11. Belum lagi mempersiapkan materi mengajar & mengoreksi PR para muridnya.
  12. Belum lagi menghadapi org tua murid yg tdk bijaksana dan tahunya marah2 krn anaknya kena hukuman.
  13. Ditambah lagi menghadapi murid yg nakalnya melebihi anaknya sendiri.
  14. Segala upaya pun dikeluarkan utk mengatasi masalah yg muncul di sekolah.
  15. Menghukum murid bisa mengancam profesi krn kuasa org tua terkadang melebihi kuasanya sbg guru.
  16. Tidak jarang pula mereka meratapi nasib yg seolah tdk pernah berpihak pada mereka.
  17. Ada yg bahkan merasa mengapa terperangkap dalam ‘penjara pekerjaan’ yg tdk pernah membebaskannya.
  18. .Ingin berhenti namun CINTA kpd murid2nya membuat mereka bertahan.
  19. Yg belum pernah menjadi guru sulit utk mengerti poin di atas (mereka sulit meninggalkan murid2nya krn CINTA).
  20. Derita demi derita hrs mereka tanggung & jadikan hikmah kehidupan semata.
  21. Derita demi derita hrs mereka tanggung & jadikan hikmah kehidupan semata.
  22. Begitu pulang ke rumah di sore hari, ada seberkas kelegaan di hati.
  23. Namun, kelelahan fisik & mental yg luar biasa itu akhirnya mau tdk mau mengurangi kualitas kesegaran pikiran di rumah.
  24. Putra-putri sendiri seperti anak titipan. Krn mereka lbh lama bersama murid2nya di sekolah.
  25. Sedemikian besar cintanya pada profesi, hingga kelelahan fisik terbayar tunai jika ada murid yg BERPRESTASI.
  26. Semua terbayar tunai saat murid2nya semakin pintar dan berakhlak mulia.
  27. Karenanya, gelar ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’ tdk berlebihan disandangkan pada guru yg mengabdi dgn kasih.
  28. Jika sudah demikian, msh pantaskah caci-maki & hinaan dialamatkan kpd guru?.
  29. Sampai hatikah kesucian & ketulusan hati para guru dibalas dgn canda tawa penghinaan?.
  30. Mereka telah mengorbankan byk hal: kepentingan keluarganya & diri sendiri.
  31. Marilah segera sadar bahwa kasih guru sungguh luar biasa. Memberikan ‘jendela’ utk mengintip dunia.
  32. Jasa guru tdk akan terbalaskan dgn materi setinggi apa pun krn bukan itu yg menjadi tujuan utama.
  33. Krn ada kebahagiaan batin-lah profesi guru dipilih.
  34. Yg para guru harapkan di suatu hari adalah ketika murid2nya BERHASIL & berkata, ......... ‘Inilah Guru yg Membuat Aku Seperti Ini.’
Jika anda tiba-tiba kangen, tersentuh, menangis, atau bahkan menyesal setelah membaca ini, saya pun juga merasa begitu ketika me-repostya... J
I LOVE YOU, Guru!.... terima kasih telah membuat saya seperti ini dan lebih mengerti lagi karena saya masih bisa diberi kesempatan merasakan bagaimana rasanya menjadi kalian, sedikit harus banyak mengelus dada dan istighfar memang. Mengantarkan saya, entah sudah berapa mil langkah kaki ini saya bawa dengan impian dan kembali lagi dengan pengalaman yang luar biasa.
Saya kangen, saya merindu, saya merasa bersalah. Pak, Bu, semoga dengan beberapa email sapaan sederhana yang baru saja saya kirim tadi, kalian akan tetap selalu di hatiku. Salam Hormat dan Sayang dari saya.
ICH HAB‘ DICH LIEB! I love you FULL.
-dif-

© Die Rosarote Brille, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena