Bleibt Jung und Rebeliert.

Sonntag, 27. März 2011

Koma,

Kami duduk berdua. Memandang secangkir kopi masing-masing. Satu arah memandang jendela berkabut, sisa salju tadi sore. Ku eratkan syal yang ku biarkan tergerai melewati batas dada. Kurapatkan Fleech jaket-ku, ku tarik Mütze ku sampai melewati batas akhir telinga. Begini lebih nyaman.
Aku pandang lagi dia, tetap sama. Tatapan tak terbaca, pintar.

Kami sama-sama menyembunyikan diri dari hawa dingin. Sebentar-sebentar menggerakkan telapak tangan ke cangkir kopi...

Tyo : Begini lebih baik ya, sialan mereka.

Mukaku terkejut. Ini anak tak berubah.... aku suka pemikirannya :)

D : Hmmm... itu keputusannmu. Itu idealismu. Kalau perlu nikahi otakku dengan semua pemikiranmu itu.

Tyo : Jangan gegabah, teman. Kamu ingat kan, dulu... ketika kita dengan lantang di baris depan berkoar-koar menerjang kerumunan, menghentak sesuka hati, bernyanyi tentang nurani sana-sini?

D : Dan akhirnya?

Tyo : Jangan terburu tanya akhir dulu. Awalnya saja aku tak mengerti untuk mengawali kata. Dan akhirnya.... pastinya kita tahu akhir pilu.

Tyo menggenggam erat dan semakin erat secangkir kopi dalam genggamannya. Tak akan pernah lepas.... begitu juga seperti mencoba me-manipulasi jalan pikirannya dengan pikiranku.

© Die Rosarote Brille, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena