Bleibt Jung und Rebeliert.

Sonntag, 27. Januar 2013

Oknum Tak Terdidik dalam Instansi Terdidik.



Awal bulan merupakan anugerah tersendiri bagi berbagai kalangan setelah profesionalisme dipertanggungjawabkan secara profesional. Namun apalah jadinya jika ke-profesionalitas yang telah kita luangkan baik waktu, tenaga, atau pikiran, atau bahkan nominal, "sengaja" diselewengkan oleh pihak-pihak terkait (Biasanya pihak bendahara Instansi terkait). Saya baru mengerti ada praktek kotor seperti ini bisa berlangsung di instansi pendidikan yang terpandang di Surabaya. Verdammt es Scheisse!, tentu saja setelah mengalami sendiri gaya-gaya "maling" yang begitu rapi. Yang telah saya alami adalah penipuan tanda tangan pengambilan slip gaji. Astaga!. Berani ya?.
Kalau saya perhatikan memang sangat rapi sekali, biasanya menggunakan event-event tertentu yang sekiranya membuat orang itu lupa akan hak nya. Sekarang coba bayangkan, bagaimana lupa akan gaji?, ini hal yang bodoh untuk dilupakan, sedangkan setiapa bulan pasti setiap orang ada daftar "mind set" yang akan terus menjadi seperti "kebiasaan" yang harus dilakukan. Saya rasa, oknum ini kurang cerdik jika harus "mencuri" hak  gaji orang lain. 
Ini kejahatan kriminal yang tidak bisa dibiarkan terulang. Saya faham, saya tidak punya kekuatan disana, apalagi bagi pegawai Non-PNS yang pasti dipandang sebelah mata tentunya. Jangan salah!, kalau merasa tidak punya kekuatan, nantinya hal ini akan terulang terus bagi pegawai Non-PNS lainnya, kasihan kan?. Saya heran juga kenapa pegawai non-PNS yang sudah menjadi penghuni lebih lama daripada saya kok bisa ya duduk diam tidak melakukan hal yang sekiranya merubah nasib non-PNS yang selalu terjajah, menurut kultural birokrasi selama ini sih (Kalau ini yang menjajah saudara sendiri). Apa karena takut diberhentikan dari instansi itu?. Ach komm schon... Tuhan Maha Kaya dan Pemberi Rejeki!. Bukankah, Forget savety. Destroy your reputation. Be Notorious... hehe :))
Ya sudah, mungkin si waktu menunggu saya ada di instansi tersebut untuk men-klar kan praktek-praktek maling seperti ini. Saya tidak mau ambil pusing dan tak mau kompromi untuk masalah ini, selama saya sudah secara profesional bekerja namun akhirnya justru balasan yang tidak profesioanal yang saya terima, cuma satu hal: Saatnya Beraksi.
Kali pertama untuk menghadapi dan meminta penjelasan di hadapan langsung oknum ini, dia berkelit, itu pasti. Berbagai argumen sampah tidak masuk logika terus dijadikan alibi. Saya tidak bodoh, bu. Jika jalur 2 mata tidak bisa ada solusi, masih banyak cara, saya pikir begitu. Jalan pertama, langsung laporkan pada atasan, jangan takut!. Sampai pada bab ini biasanya oknum akan merasa gugup... Syukurlah apa yang saya dapatkan segera tanpa alibi lagi berhasil saya dapatkan. 
Dan memang seperti itu adanya, melawan Birokrasi abal-abal jika terlalu kolot cara yang paling jitu yaitu dengan Media.Tulislah apa yang sebenarnya harus ditulis, saya sangat yakin masyarakat Indonesia sudah pintar semua dalam memahami kode rumit permasalahan birokrasi, terlebih ini terjadi di lingkup ruang instansi pendidikan. Sungguh memalukan.
Buat pegawai lain yang non PNS, jangan takut bicara jika benar, meski  nantinya kita harus rela pekerjaan yang jadi taruhan atau tidak disukai oleh oknum-oknum tertentu. Itu sudah biasa.
Yang perlu diperhatikan, berhati-hatilah kepada siapa saja, meski mereka bersikap baik. Perhatikan setiap detail ketika akan menandatangani sesuatu, jika perlu buatlah pola tanda tangan khusus dan pena khusus. Hal terpenting lainnya, berbuat baik, bekerja profesional, bermanfaat bagi orang lain (asal jangan dimanfaatkan), bersikap diam tapi tahu segalanya, melihat meski tidak terlihat, bersyukur, tidak serakah, dan jujur. God bless us... :)



-dif-

© Die Rosarote Brille, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena